Akreditasi Sekolah

1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah.

2. Apa Dasar Hukum Akreditasi Sekolah?

Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002.

3. Apa Tujuan Akreditasi Sekolah?

Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah

4. Apa Fungsi Akreditasi Sekolah?

Fungsi akreditasi sekolah adalah : (a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi

5. Apa Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah?

Prinsip – prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.

6. Apa Karakteristik Sistem Akreditasi Sekolah?

Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan

7. Apa Cakupam Akreditasi Sekolah?

Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)

8. Apa Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah ?

Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.

9. Bagaimana Prosedur Akreditasi Sekolah ?

Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi

10. Bagaimana Sekolah Mempersiapkan Akreditasi Sekolah?

Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah mengajukan permohonan akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA, SMK dan SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan atau rekomendasi dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi diri, sekolah perlu memahami bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami, sekolah dapat melakukan konsultasi kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan instrumen tersebut; (c) Mengingat jumlah data dan insformasi yang diperlukan dalam proses evaluasi diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan pengumpulan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi

11. Apa Persyaratan Sekolah agar Dapat Mengikuti Akreditasi?

Sekolah dapat diikutsertakan aktrditasi apabila : (a) memiliki surat keputusan kelembagaan (UPT); (b) memiliki siswa pada semua tingkatan; (c) memiliki sarana dan prasarana pendidikan; (d) memiliki tenaga kependidikan; (e) melaksanakan kurikulum nasional; dan (f) telah menamatkan siswa.

12. Siapa Pelaksana Akreditasi Sekolah ?

Pelaksana akreditasi sekolah terdiri dari : (a) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), (b) Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), dan (c) Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota . Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merupakan: badan non struktural yang secara teknis bersifat independen dan profesional yang terdiri atas unsur-unsur masyarakat, organisasi penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi, dan organisasi yang relevan..yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, standar, sistem,dan perangkat akreditasi secara nasional. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) berkewenangan untuk melaksanakan kegiatan akreditasi SMP, SMA, SMK dan SLB. Sedangkan, Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota berkewenangan melaksanakan akreditasi untuk TK dan SD.

13. Apa Hasil dari Akreditasi ?

Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan kelemahan, dan rekomendasi.Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.

14. Bagaimana Menetapkan Hasil Akreditasi ?

Laporan tim asesor yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan saran bersama dengan hasil evaluasi diri akan diolah oleh BAN-S/M untuk menetapkan nilai akhir dan peringkat akreditasi sekolah sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Penetapan nilai akhir dan peringkat akreditasi dilakukan melalui rapat pleno BAN-SM sesuai dengan kewenangannya. Rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu (50 % + 1) anggota BAN-SM Nilai akhir dan peringkat akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran tindak lanjut bagi sekolah, Dinas Pendidikan, maupun Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah di masa mendatang. Penjelasan kualitatif dan saran-saran harus merujuk pada hasil temuan dan bersifat spesifik agar mempermudah pihak sekolah untuk melakukan pengembangan dan perbaikan internal dan pihak terkait (pemerintah daerah dan dinas pendidikan) melakukan pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah.

15. Berapa Lama Masa Berlaku Akreditasi ?

Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.

16. Bagaimana Pengaduan atas Hasil Akreditasi ?

Ketidakpuasan terhadap hasil akreditasi dapat disampaikan kepada BAN-S/M dengan tembusan BAP-S/M /UPA Kabupaten/Kota setempat dan BAN-S/M melakukan verifikasi dan evaluasi, menyampaikan hasilnya kepada BAP-S/M/UPA Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti

17. Apa Tindak Lanjut Hasil Akreditasi ?

Hasil akreditasi ditindaklanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah guna kepentingan peningkatan mutu sekolah

B. EVALUASI DIRI

1. Apa Evaluasi Diri itu ?

Upaya sistematis untuk mengumpulkan, memilih dan memperoleh data dan informasi yang valid dari fakta yang dilakukan oleh sekolah yang bersangkutan, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh tentang keadaan sekolah untuk dipergunakan dalam rangka pengambilan tindakan manajemen bagi pengembangan sekolah.

2. Apa Tujuan Evaluasi Diri ?

Tujuan evaluasi diri untuk mendapatkan informasi yang objektif, transparan, dan akuntabel dari sekolah yang diakreditasi.

3. Apa fungsi Evaluasi Diri?

Fungsi evaluasi diri adalah sebagai penilaian pertama untuk menentukan kelayakan sekolah dibandingkan dengan standar kelayakan nasional

4. Apa Manfaat Evaluasi Diri ?

Manfaat evaluasi diri adalah : (a) membatu sekolah dalam perencanaan dan pengembangan lebih lanjut; (b) membantu pemerintah dalam tugas pemberdayaan sekolah; dan (c) sebagai bagian penting dari sistem akreditasi.Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan sekolah dibandingkan standar kelayakan nasional yang dijadikan pagu. Dengan mengetahui kelayakan sekolah, selanjutnya kepada sekolah yang belum mencapai tingkatan minimal dari pagu mutu, dilakukan pembinaan secara terus menerus sehingga mencapai pagu itu.

5. Bagaimana Sekolah Melaksanakan Evaluasi Diri ?

Kegiatan evaluasi diri tidak boleh dilakukan secara sembarangan namun harus berdasarkan kondisi nyata sekolah. Oleh karena itu, agar diperoleh data evaluasi diri yang akurat dan objektif, maka kepala sekolah perlu melakukan koordinasi untuk melakukan pengisian instrumen evaluasi diri. Sebaiknya di sekolah di bentuk Tim Evaluasi Diri yang bertugas untuk mendata dan menyiapkan berbagai bukti fisik yang diperlukan guna mendukung pengisian instrumen evaluasi diri.Pengisian instrumen evaluasi diri dapat disesuaikan dengan kebutuhan waktu, namun tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan. Setelah pengisian instrumen evaluasi diri, sekolah harus menyerahkan kembali instrumen tersebut dengan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Di samping itu, sekolah harus mengisi Surat Pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Apabila skor evaluasi diri kurang dari 56, maka BAN-S/M tidak akan melakukan visitasi dan dokumen evaluasi diri akan dikembalikan pada sekolah yang bersangkutan untuk diperbaiki hingga mencapai minimal skor 56.

6. Bagaimana Rancangan Instrumen Evaluasi Diri ?

Instrumen Evalusasi Diri untuk setiap jenjang dan jenis sekolah terdiri dari :dua bagian utama, yaitu :

Bagian pertama tentang butir-butir soal untuk mengungkap sembilan komponen sekolah, baik komponen utama maupun komponen tambahan yang akan diperhitungkan untuk menentukan skor hasil akreditasi. Terdiri dari 185 butir pernyataan, bersifat dikotomis ( Ya=1) dan (Tidak=0), setiap komponen memiliki bobot yang berbeda, skor butir untuk pernyataan terbuka jika tidak diisi diberi skor 0 dan jika diisi diberi skor 1, dan setiap butir memiliki skor maksimal = 1. Setiap komponen disertai dengan data tentang analisis kelemahan dan kekuatan masing-masing komponen

Bagian kedua berupa isian data penunjang tentang keadaan sekolah. Data ini hanya merupakan penunjang atas data yang tercantum pada Bagian Pertama dan tidak akan diolah menjadian skor akreditasi

7. Bagaimana Teknik Skoring Instrumen Evaluasi Diri ?

Menghitung skor komponen utama :Jumlah skor total komponen utama dibagi dengan jumlah butir komponen Utama dikali 70 %. Contoh : jumlah butir komponen I (utama) adalah 40, skor jawaban pernyataan = 30, maka skor komponen utama = 30/40 x 70 % = 0,53.

Menghitung skor komponen tambahan : Jumlah skor jawaban komponen tambahan dibagi dengan jumlah butir komponen tambahan dikali 30 %. Contoh : jumlah butir komponen tambahan) adalah 15, skor jawaban pernyataan = 10, maka skor komponen tambahan = 10/15 x 30% = 0,19

Menghitung untuk mendapatkan nilai ratusan : Jumlahkan skor komponen utama dan tambahan pada masing-masing komponen, kemudian dikalikan 100. Contoh : skor komponen utama = 0,53 Skor komponen tambahan = 0,19, maka skor komponen total = (0,53+0,19) x 100 = 72

Menghitung nilai akhir evaluasi diri : Nilai komponen dikalikan dengan bobotnya masing-masing. Setelah itu dijumlahkan dan dibagi dengan 100 untuk mendapatkan nilai ratusan.

8. Bagaimana Menentukan Klasifikasi Peringkat Akreditasi Sekolah ?

Untuk menentukan klasikasi peringkat akreditasi, selanjutnya nilai akhir dibandingkan dengan kritria berikut ini :A (Amat Baik) dengan nilai 86 -100, B (Baik) dengan niali 71 – 85, C (Cukup) dengan nilai 56 -70. Tidak terakreditasi jika kurang dari 56

C. VISITASI

1. Apa Visitasi itu ?

Visitasi adalah kunjungan tim asesor ke sekolah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara dengan warga sekolah, verifikasi data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan komponen dan aspek akreditasi.

2. Apa Tujuan Visitasi ?

Visitasi bertujuan : (a) meningkatkan keabsahan dan kesesuaian data/informasi; (b) bemperoleh data/informasi yang akurat dan valid untuk menetapkan peringkat akreditasi; (c) memperoleh informasi tambahan (pengamatan, wawancara, dan pencermatan data pendukung); dan (d) mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun, dengan berpegang pada prinsip-prinsip: obyektif, efektif, efisien, dan mandiri.

3. Siapakah Pelaksana Visitasi ?

Pelaksana Visitasi adalah asesor yang memiliki persyaratan dan kewenangan, sebagai berikut : (a) memiliki kompetensi, integritas diri dan komitmen untuk melaksanakan tugasnya; (b) berpengalaman minimal 5 tahun dalam pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan, (c) kualifikasi pendidikan minimal D3/Sarmud (TK/SD), dan S1/sederajat (SMP dst); (d) memahami dan menguasai konsep/prinsip akreditasi termasuk mekanisme visitasi; (e) telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh BAS/BAN-SM dan (f) bertanggung-jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dan norma.; (g) bertanggung-jawab terhadap kerahasiaan hasil visitasi, dan melaporkannya secara obyektif ke BAN-SM; (h) memiliki wewenang untuk menggali data/-informasi dari berbagai sumber di sekolah; (i) diangkat sesuai surat tugas (waktu), dan dapat diangkat kembali (jika layak dalam tugas tsb).

4. Bagamana Proses Visitasi ?

Proses visitasi merupakan rangkaian pelaksanaan akreditasi yang melekat dengan fungsi evaluasi diri dan sekolah diharapkan untuk senantiasa menjamin kelengkapan dan ketepatan data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah Visitasi dilaksanakan oleh Tim yang terdiri dari dua orang Asesor.. Agar visitasi berjalan sesuai dengan tujuannya, sehingga dapat mendukung hasil akreditasi yang komprehensif, valid, dan akurat, serta dapat memberikan manfaat, maka kegiatan visitasi harus mengikuti tata cara pelaksanaan yang baku. Visitasi dilaksanakan jika suatu sekolah dinyatakan layak berdasarkan penilaian evaluasi diri. Visitasi dilaksanakan segera (maksimal 5 bulan) setelah sekolah mengirimkan evaluasi diri.

5. Bagamana Tata Cara Visitasi ?

Tata cara visitasi dilakukan melalui tahapan – tahapam sebagai berikut :

(a) Persiapan;

Untuk pelaksanaan visitasi, BAP-S/M/UPA menunjuk dan mengirimkan asesor. Asesor diangkat oleh BAP-S/M /UPA untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan mekanisme, prosedur, norma, dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan;

(b) Verifikasi data dan informasi

Asesor datang ke sekolah menemui Kepala Sekolah menyampaikan tujuan dari visitasi, melakukan klarifikasi, verifikasi dan validasi atau cek-ulang terhadap data dan informasi kuantitatif maupun kualitatif. Kegiatan klarifikasi, verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara membandingkan data dan informasi tersebut dengan kondisi nyata sekolah melalui pengamatan lapangan, observasi kelas, wawancara.

(c) Klarifikasi Temuan

Tim asesor melakukan pertemuan dengan warga sekolah untuk mengklarifikasi berbagai temuan penting atau ketidak sesuaian yang sangat signifikan antara fakta lapangan dengan data/informasi yang terjaring dalam instrument evaluasi diri.

(c) Penyusunan dan Penyerahan Laporan

Asesor menyusun perangkat laporan, baik individual maupun tim yang terdiri dari (1) tabel pengolahan data; (2) instrumen visitasi, (3) rekomendasi atas temuan, dan (4) berita acara visitasi untuk selanjutnya diserahkan kepada BAP-S/M /UPA.

6. Bagamana Tata Krama Pelaksanaan Visitasi ?

Pelaksanaan Visitasi mengikuti tata krama sebagai berikut

* Lakukan wawancara dengan suasana yang kondusif;
* Hindari kesepakatan atau bargaining yang negatif;
* Jangan mendebat argumentasi yang disampaikan oleh nara sumber (responden);
* Jangan menggurui nara sumber (responden);
* Jangan merasa berkedudukan lebih tinggi;
* Bersahabat dan membantu secara professional;
* Hindari suasana menekan;
* Jangan mengada-ada;
* Jangan meminta hal-hal yang tidak diperlukan untuk akreditasi;
* Sesuaikan diri dengan budaya setempat;
* Tunjukan kekompakan tim

7. Bagamana Tata Tertib Pelaksanaan Visitasi ?

Pelaksanaan Visitasi mengikuti tata tertib sebagai berikut :

* Datang ke sekolah tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan;
* Tunjukkan surat tugas tanpa diminta oleh pihak sekolah;
* Sampaikan secara jelas mengenai tujuan, mekanisme dan jadwal visitasi;
* Tidak diperkenankan untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun (uang atau barang);
* Agar berpakaian rapih dan sopan

8. Apa Larangan bagi Asesor ?

* Asesor dilarang keras melakukan intimidasi agar sekolah berkeinginan atau memberikan sesuatu dalam bentuk apapun.
* Asesor dilarang keras melakukan perjanjian/kesepakatan yang dapat mengakibatkan tidak objektifnya hasil visitasi.
* Asesor dilarang keras menerima sesuatu yang akan berdampak atau cenderung mempengaruhi objektifitas hasil visitasi.
* Asesor dilarang keras membuka kerahasiaan data/informasi yang diperoleh dan hasil visitasi

9. Apa Larangan bagi Sekolah ?

* Sekolah dilarang keras melakukan kegiatan yang menghambat visitasi.
* Sekolah dilarang keras memanipulasi data dan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi nyata sekolah.
* Sekolah dilarang keras memberikan apapun kepada asesor yang akan mengurangi objektifitas hasil visitasi

10. Bagaimana Pembiayaan Visitasi ?

* Besarnya biaya visitasi per sekolah ditentukan oleh BAN-S/M.
* Komponen pembiayaan antara lain; honor, transportasi dan akomodasi yang memadai dan layak bagi tim asesor.
* Sekolah yang divisitasi tidak dikenakan dan tidak diperkenankan mengeluarkan dana untuk apapun selama berlangsungnya kegiatan visitasi.

sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/

Categories: Uncategorized

Perlunya Pengembangan Perpustakaan SMK

Salah satu kebijakan pemerintah tentang pendidikan menengah adalah peningkatan jumlah dan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Secara umum kegiatan belajar- mengajar di SMK meliputi teori dan praktik. Kegiatan belajar teori pada prinsipnya sama dengan sekolah umum. Sedangkan kegiatan belajar praktik merupakan kegiatan belajar yang seharusnya lebih banyak dibanding dengan kegiatan teori. Oleh karena itu sebenarnya untuk SMK ruang teori bukan merupakan hal sangat penting, karena siswa seharusnya lebih banyak di ruang praktik. Untuk menunjang kegiatan belajar praktik di SMK, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai seperti bengkel dan laboratorium.

Tanpa tersedianya sarana dan prasarana tersebut, maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra. Alat dan bahan yang dibutuhkan kegiatan praktik siswa rata-rata harganya relatif mahal, sehingga untuk kelancaran praktik tersebut diperlukan biaya yang besar. Disamping itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga pengajar/guru yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk mendapatkan guru yang seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya guru selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak ketinggalan teknologi. Diharapkan mereka mengajarkan teknologi yang terkini. Hal ini pun masih terdapat kendala, karena pendidikan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada saat siswa tamat, teknologi tersebut sudah ketinggalan.

Salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan SMK adalah keberadaan perpustakaan sekolah yang berfungsi secara baik. Dalam penerapan pembelajaran banyak ditemui berbagai permasalahan lapangan salah satunya adalah ketersediaan bahan pelajaran untuk menunjang proses pembelajaran masih harus perlu dispersiapkan dengan baik. Banyak sekolah di lingkungan SMK yang belum siap dengan penyediaan bahan pelajaran melalui perpustakaan sekolah. Ketidaksiapan tersebut bukan semata-mata disebabkan kurangnya bahan pelajaran (baca buku dan sumber informasi ilmiah lainnya), akan tetapi juga disebabkan oleh pengelolaan perpustakaan yang kurang baik dan terstandar, sehingga koleksi yang sudah dimiliki kurang dapat didayagunakan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum secara maksimal.

Berdasarkan beberapa pengamatan dan survei secara umum masih banyak sekolah belum memiliki perpustakaan yang dikelola dengan baik yang mampu menunjang proses pembelajaran secara memadai sesuai dengan tuntutan KBK, apalagi untuk perpustakaan di lingkungan sekolah d SMK. Berdasarkan pengamatan awal bahwa keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah di SMK belum dikelola secara memadai, hal ini lebih banyak disebabkan karena tenaga pengelola yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola perpustakaan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional RI bahwa hanya 5% (lima persen) dari seluruh sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) di Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 260.000 unit yang sudah memiliki perpustakaan, selebihnya sebanyak 95% (sembilan puluh lima persen) tidak dan belum memiliki perpustakaan sekolah. Padahal, keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menunjang proses belajar-mengajar, sekaligus sarana menanamkan budaya baca kepada siswa sejak dini (KOMPAS, Kamis 3 Juli 2003). Berbagai faktor yang menyebabkan kondisi ini mulai dari tidak adanya ruangan walaupun buku-buku sudah tersedia, tiadanya petugas perpustakaan, dan kendala lain adalah faktor kepedulian dari sekolah yang relatif masih kurang perhatiannya terhadap perpustakaan sekolah.

Sementara itu, Gerakan Pemasyarakatan Gemar Membaca (GPGM) sebuah LSM yang kegiatannya terfokus pada peningkatan minat baca masyarakat, memprediksi bahkan hanya sekitar satu persen pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri di Indonesia yang jumlahnya sekitar 260.000 buah lebih yang telah memiliki perpustakaan sekolah. Kondisi perpustakaannya pun tak tertata secara baik dan sebagian besar isinya adalah buku pelajaran pokok yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah (KOMPAS, Kamis 25 Juli 2003).

Demikian pula tentang jejak pendapat KOMPAS (Sabtu, 19 Maret 2005) menyatakan bahwa harapan dari keberadaan perpustakaan baik itu perpustakaan umum, perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah paling tidak adalah untuk membangkitkan apresiasi terhadap buku sehingga dapat membangkitkan tumbuhnya minat baca. Akan tetapi dari hasil jejak pendapat tersebut menyebutkan bahwa 51,1% paling tidak seminggu sekali berkunjung ke perpustakaan, sementara sebesar 26,7% menyatakan sebulan antara 1 sampai 3 kali, dan sebanyak 22,2% menyatakan kurang dari satu kali sebulan atau tidak pernah. Jejak pendapat KOMPAS tersebut menunjukkan bahwa apresiasi terhadap perpustakaan, dalam hal ini termasuk siswa sangat rendah. Hal ini disebabkan perpustakaan kurang dapat berperan secara aktif untuk merangsang siswa agar mau datang ke perpustakaan sekolah.

Secara umum kurang berfungsinya perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

Pertama, terbatasnya ruang perpustakaan disamping letaknya yang kurang strategis. Banyak perpustakaan yang hanya menempati ruang sempit, tanpa memperhatikan kesehatan dan kenyamanan. Kesadaran dari pihak sekolah sebagai penyelenggara sangatlah kurang. Perpustakaan hanyalah untuk menyimpan koleksi bahan pustaka saja. Pengunjung tidak merasa nyaman membaca buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan dipandang sebagai tempat yang kurang bermanfaat. Dengan melihat keadaan di atas sepertinya pihak sekolah kurang menyadari tentang pentingnya perpustakaan.

Kedua, keterbatasan bahan pustaka, baik dalam hal jumlah, variasi maupun kualitasnya. Keberadaan bahan-bahan pustaka yang bermutu dan bervariasi sangatlah penting. Dengan banyaknya variasi bahan pustaka, anak akan semakin senang berada di perpustakaan, kegemaran membaca dapat tumbuh dengan subur sehingga kemampuan bahasa siswa dapat berkembang dengan baik dan dapat membantu anak dalam memahami mata pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan dasar yang sangat berpengaruh dalam belajar. Begitu juga jika bahan pustakanya bermutu, maka anak akan banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam hidupnya. Namun, untuk mengadakan bahan pustaka yang banyak dan bervariasi dibutuhkan dana yang besar, mengingat harga bahan pustaka biasanya mahal, lebih-lebih jika bahan pustaka tersebut bermutu. Namun, dari pihak sekolah sendiri sering kurang berusaha untuk menambah koleksi bahan pustaka, dengan alasan utama adalah mahalnya harga bahan pustaka. Padahal, anggaran untuk belanja bahan pustaka setiap tahunnya selalu ada, namun jumlah bahan pustaka hampir tidak pernah bertambah.

Ketiga, terbatasnya jumlah petugas perpustakaan. Banyak perpustakaan sekolah yang tidak ada petugasnya, atau hanya tugas sambilan. Maksudnya, mereka bukan petugas yang hanya mengurus perpustakaan saja, sehingga sering tugas di perpustakaan jadi dikesampingkan dan perpustakaan dianggap kurang bermanfaat. Lebih-lebih bertugas di perpustakaan adalah pekerjaan yang sangat menjenuhkan, baik dalam hal pelayanan pengunjung maupun perawatan bahan pustaka yang ada, sehingga dibutuhkan suatu kesabaran yang tinggi.

Keempat, kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak siswa yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Pada umumnya kurang tahu tentang kegunaan perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. Siswa membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan siswa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap awal, siswa perlu dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas membaca buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Jika dilakukan secara rutin hal ini menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan merasa membutuhkan perpustakaan.

Untuk meningkatkan keberadaan perpustakaan sekolah di lingkungan SMK agar dapat berfungsi dengan baik dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, solusi yang perlu ditempuh adalah adanya upaya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang menguasai dan peduli terhadap pengembangan perpustakaan sekolah. Untuk itu dipandang strategis bahwa guru atau staf yang akan diberi tugas mengelola perpustakaan sekolah perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sebagai tenaga perpustakaan sekolah. Standar untuk tenaga perpustakaan sekolah sudah diterbitkan yaitu peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Selolah/Madrasah. Standar ini seharusnya sudah diimplementasikan di sekolah-sekolah di Indonesia termasuk di lingkungan SMK.

sumber :http://library.um.ac.id/

Categories: Uncategorized

SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL

Rintisan Sekolah Berstandar Internasional dan Sekolah Berstandar Internasional merupakan program baru dari Departemen Pendidikan Nasional yang keberadaannya diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 50. Namun banyak yang harus dibenahi dengan cepat oleh Departemen Pendidikan Nasional. Kelambanan pembenahan tersebut akhirnya menuai kritik pedas dari berbagai lapisan warga negara mengenai hal tersebut. Depdiknas seharusnya sudah mempersiapkan dengan baik sebelum meluncurkan program baru tersebut bukannya menambah masalah dalam pendidikan di Indonesia.
Mengapa program baru tersebut menuai kritik pedas saat ini? Warga negara menilai RSBI dan SBI tidak lagi berpihak kepada warga negara kurang beruntung hingga dinilai melanggar konstitusi. Kemudian Depdiknas berpihak kepada siapa dalam masalah ini. Depdiknas sendiri turut serta mengembangkan sekolah milik pemerintah memakai berlabel RSBI dan SBI. Pada hal tidak sembarang sekolah menempelkan label internasional dalam menjalankan kegiatannya karena harus berafiliasi dengan lembaga yang mengelola kurikulum internasional.
Sekolah internasional dapat terlihat dengan jelas dalam penggunaan kurikulum, metode, paradigma dan fasilitas. Coba perhatikan, apakah RSBI dan SBI sudah memiliki kurikulum, metode, paradigma dan fasilitas yang berbeda dari sekolah berstandar nasional. Lantas dari manakah gelar internasional tersebut berasal. Depdiknas harus mengevaluasi kembali RSBI dan SBI dan membuat SOP (Standard Operating Procedures) yang jelas untuk program baru tersebut.

Kurikulum
IB (International Baccalaureate), WASC, Victorian dan Cambridge merupakan contoh kurikulum yang digunakan oleh sekolah internasional yang berlaku diseluruh dunia dan dikeluarkan oleh otoritasnya. Sekolah tersebut akan mengikuti proses, pelatihan bagi guru dan tenaga non kependidikan lainnya secara terus menerus, bimbingan dan membutuhkan biaya yang mahal untuk mendapatkan izin menggunakan salah satu kurikulum internasional yang kemudian disebut dengan candidate atau masih calon. Sekolah tersebut akan selalu dilihat perkembangannya dan dibimbing dalam proses akreditasinya untuk mendapatkan hasil yang baik. Walau sudah menempuh berbagai proses tersebut namun keikutsertaan dalam salah satu afiliasi lembaga kurikulum internasional membutuhkan urat baja yang kuat bagi pengelola sekolah tersebut.
Setiap pemangku kepentingan di sekolah tersebut akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat lulus akreditasi. Kenapa? Karena banyak sekali keuntungan yang didapat dari mengikuti kurikulum internasional tertentu. Misalnya setiap lulusan sekolah tersebut memiliki sertifikat kelulusan yang telah diakui oleh seluruh dunia yang memakai kurikulum internasional yang sama. Lulusan tersebut akan mudah dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di luar negeri.
Siswa sekolah internasional biasanya sudah mempersiapkan dirinya untuk menempuh pendidikan selanjutnya di luar negeri dalam berbagai jenjang berikutnya. Mereka mempersiapkan dirinya, cara berpikirnya, cara belajarnya dan mengasah skill dalam sekolah internasional sebaik mungkin. Artinya sejak awal mengikuti pendidikan di sekolah internasional mereka sudah membuat suatu perencanaan yang matang untuk melanjutkannya di luar negeri.
Kurikulum internasional mana pun sangat berbeda dengan kurikulum nasional. Hal ini memberikan pengaruh yang kuat kepada murid seperti cara berpikir, cara belajar, dan mengasah kemampuan diri lainnya. Mengapa? Karena muatan dalam kedua kurikulum tersebut berbeda, dan metode belajar kedua kurikulum tersebut juga berbeda. Hal yang wajar karena diperuntukkan untuk pengguna yang berbeda. Tidak serta merta menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar dan guru asing dapat menyebut dirinya sebagai SBI dan RSBI.
Kurikulum nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan RSBI dan SBI. Program baru tersebut membutuhkan kurikulum tersendiri dan harus berafiliasi dengan lembaga yang mengelola kurikulum internasional. Selain itu harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh lembaga tersebut. Depdiknas dapat berperan sebagai pengawas dalam program tersebut.

Landasan Hukum
Pemerintah memberikan payung hukum bagi pelaksanaan RSBI dan SBI yaitu UU No. 20 tahun 2003 pasal 50 yang berbunyi Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi Sekolah yang Bertaraf Internasional (SBI). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama- sama Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang- kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang- kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 – 2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan Sekolah Bertaraf Internasional pada tingkat Kabupaten/ Kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf Internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia. Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan pendidikan nasional. Bukan berarti sekolah internasional tidak boleh namun sekolah internasional harus bisa berintegrasi dengan sistem pendidikan nasional. Sekolah internasional tidak akan mengalami kesulitan berintegrasi karena menggunakan kurikulum internasional yang bersifat luwes. Diperlukan pemahaman yang baik untuk mendapatkan cara yang baik untuk mengintegrasikannya tanpa saling merugikan.
Berdasarkan undang-undang tersebut banyak sekolah negeri dari berbagai tingkatan berusaha menjelma menjadi RSBI atau SBI. Namun perubahan tersebut merugikan warga negara yang kurang beruntung secara ekonomi tetapi memiliki kemampuan akademik yang bagus. Mereka kesulitan menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka bersekolah di sekolah berstandar nasional atau putus sekolah. Seharusnya Depdiknas memberikan beasiswa untuk belajar di RSBI dan SBI bagi warga negara seperti itu.

Kualitas Dan Kasta
Pemerintah dengan sadar telah membangun kasta baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan instant. Sudah rahasia umum kondisi dan kualitas sekolah milik pemerintah memiliki rentang yang panjang. Membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan mutu semua sekolah yang ada. Sedangkan sekolah internasional yang dimiliki sekolah swasta relatif lebih baik. Pemerintah berharap dengan program barunya keadaan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Sebaiknya pemerintah tidak ikut-ikutan membuka SBI dan RSBI.
Seharusnya warga negara diberi kesempatan untuk mengelola sendiri SBI dan RSBI, pemerintah hanya mengawasi saja dan bertindak apabila melanggar UU Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah dapat mewajibkan sekolah tersebut untuk mengambil ISO untuk tata laksana layanan publik yang baik sehingga pelayanan terhadap peserta didik dapat berjalan dengan baik. Pemerintah bermaksud baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun maksud baik tersebut menimbulkan beberapa akibat bagi warga negara yang berhak atas pendidikan berkualitas. Akhirnya pemerintah hanya menambah masalah yang sudah ada. Pemerintah terlebih dahulu menyelesaikan masalah yang ada kemudian membuat sesuatu yang baru.
Pemerintah harus lebih bertanggungjawab menyediakan pendidikan yang baik untuk warga negaranya sehingga tidak ada lagi warga negara yang tidak dapat meneruskan pendidikannya. Pendidikan murah dan berkualitas merupakan dambaan warga negara. Sesuai dengan pasal 31 UUD 1945. Pemerintah berkewajiban menyediakan pendidikan bagi warga negaranya. Pemerintah harus fokus melayani semua lapisan warga negara tanpa melakukan diskriminasi dengan baik. Pemerintah bisa saja mengadopsi strategi dan teknik dalam kurikulum dan pembelajaran dari sekolah internasional untuk diterapkan di sekolah berstandar nasional yang menggunakan kurikulum nasional sehingga dapat memperkaya pendidikan di Indonesia. Memberikan pelatihan berkelanjutan bagi guru dan tenaga non kependidikan di sekolah tersebut dan membangun berbagai fasilitas penunjang. Jalan tersebut lebih terlihat sebagai peningkatan kualitas sekolah dan akan mendapatkan penghargaan yang luar biasa dari masyarakat ketimbang membuka SBI dan RSBI yang disorot oleh masyarakat sebagai kasta.
Sebaiknya Depdiknas mengambil nafas yang panjang karena berbagai penyelesaian masalah pendidikan sedang ditunggu oleh warga negara. Mulai dari kualitas guru dan tenaga non kependidikan, sertifikasi hingga RSBI dan SBI. Bagaimana penyelesaiannya?

sumber :http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2010/11/04/sekolah-berstandar-internasional/

Categories: Uncategorized

Guru TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)

Guru TIK adalah guru di bidang teknologi informasi dan komunikasi di tingkat SMP, SMA dan SMK. Masalah utama yang ada saat ini adalah masih banyak guru TIK yang diisi oleh guru matapelajaran lain atau oleh guru yang belum dibekali ilmu kependidikan. Dibutuhkan guru TIK yang mendapat pendidikan formal ilmu pendidikan sekaligus ilmu teknologi informasi dan komunikasi.

Untuk mengantisipasi hal ini, UPI telah membuka Program Studi Pendidikan Ilmu Komputer di tahun 2005 dan telah meluluskan angkatan pertamanya di tahun 2009 (sarjana pendidikan dengan akta IV Pendidikan Ilmu Komputer). Ditunjang oleh dosen dari latar belakang pendidikan maupun ilmu komputer atau informatika, fasilitas yang lengkap (8 lab komputer, gedung ilkom/FPMIPA-C yang baru direnovasi) dan kurikulum yang selalu disempurnakan, diharapkan lulusan pendidikan ilmu komputer UPI dapat menjadi guru TIK yang berkualitas.

Dilihat dari kurikulumnya, Pendidikan Ilmu Komputer tidak mempelajari komputer dalam artian yang sempit. Komputer itu bukan hanya laptop, pc, atau server. Definisi yang lebih tepat dari komputer adalah “one that computes; specifically : a programmable usually electronic device that can store, retrieve, and process data” (merriam-webster). Bahkan alat elektronik seperti handhpone, camera dan video digital sudah masuk ke dalam kategori ini. Sedangkan bagian dari komputer yang dipelajari adalah cara dan teknik untuk memanfaatkan “komputer” secara maksimimal dalam memecahkan masalah, bukan dari sisi hardware (dipelajari oleh bidang ilmu Elektronika).

Oleh karena itu, selain mendapatkan matakuliah-matakuliah pendidikan (merupakan spesalis UPI), mahasiswa juga diberi dasar yang kuat di bidang ilmu komputer, tidak hanya penguasaan tools semata. Sebagai contoh untuk bidang pemrograman, mahasiswa diberi dasar matakuliah Matematika Dasar, Kalkulus, Matematika Diskrit dan Logika Informatika. Mahasiswa kemudian mendapat matakuliah Algoritma Pemrograman 1, Algoritma Pemrograman 2, Struktur Data, dan Pemrograman Visual. Selanjutnya mahasiswa yang berminat dapat mendalami topik ini dengan memilih matakuliah pilihan pemrograman: Pemrograman Internet dan Pemrograman Berorientasi Objek.

Tanpa bekal teori yang cukup, guru TIK akan sulit untuk mengajarkan materi TIK secara maksimal. Materi TIK di di sekolah sebenarnya bukan ditujukan untuk menjadikan siswa menjadi ahli IT atau menguasai suatu tools tertentu (misalnya bahasa pemrograman), tetapi lebih ke arah pembentukan pola pikir yang sistematis, kreatif untuk memecahkan masalah dengan bantuan teknologi. Kegiatan seperti olimpiade komputer juga membutuhkan penguasaan materi yang mendalam dari guru pembimbing. Apalagi dengan diterapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) , beberapa sekolah, terutama di kota besar menerapkan standard kompetensi yang lebih tinggi.

Tidak hanya harus kuat di teori, mahasiswa juga diharapkan menguasai tools dengan baik. Oleh karena itu praktikum di lab komputer menjadi bagian yang tidak dipisahkan. Ini didukung oleh berbagai laboratorium komputer yang dimiliki Ilkom UPI dan tim asisten.

Untuk menjamin lulusan dapat diterima oleh dunia kerja, prodi menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah melalui PLP (Program Latihan Profesi) dan asosiasi guru TIK (AGMP). Selain itu kerjasama dengan industri juga dijalin, misalnya dengan SUN dan Microsoft.

Mahasiswa tengah melakukan PLP (Program Latihan Profesi) di sebuah SMA dan SMK

Laboratorium Basisdata Ilkom UPI (Gedung Ilkom, FPMIPA-C)

Laboratorium Multimedia Ilkom UPI (Gedung FPMIPA-A, lantai 2)

Laboratorium Dasar Ilkom UPI (Gedung FPMIPA-A, lantai 1)

Laboratorium Pemrograman Lanjut Ilkom UPI (Gedung Ilkom, FPMIPA-C)

Wisuda pertama lulusan pendidikan ilmu komputer UPI, Maret 2009

Kerjasama dengan Industri, penandatangan MOU dengan SUN (diwakili oleh Prof. Dr. Utari Sumarmo, Pembantu Rektor Bidang Perencanaan dan Litbang) dan acara MUGI Kampus UPI (MIcrosoft User Group)

Daftar Sekolah tempat Guru TIK lulusan Pendidikan Ilkom UPI mengajar:

SMK Labschool Tangerang (Ike nandra)
SMA Unggulan Da’i Annur, Indramayu (M Ade Erik)
SMA LabSchool UPI Bandung (Dwi Ely Kurniawan)
SMPN 1 Subang (Deden Nugraha)
SMPN 4 Cirebon (Riyani Purwita)
SMPN 1 Palimanan, Cirebon (Muhamad Fajar)
SMA Al-Ihsan Baleendah, Bandung (Sani Wahid Hasyim)
SMPN 5 Tarogong, Garut (Reja Putra Perdana)
MTs. Muawanah, Tasikmalaya (Asep Sufyan Tsauri)

Dosen Ilmu Komputer / TIK lulusan Prodi Pendidikan Ilkom:

Calon dosen Pendidikan Ilkom UPI, talent scouting program, (Sandi Fajar, Asep Sufyan T)
STIKOM Cirebon (Riyani)
LP3I Bandung (Desy Sukmawaty)

Kemampuan yang ingin dikembangkan pada lulusan Prodi Pendidikan Ilmu Komputer di antaranya adalah:

Memahami: ruang lingkup, landasan Pendidikan Ilmu Komputer, TIK serta keterbatasannya.
Memahami kaitan antara konsep Ilmu Komputer dan TIK dan bidang ilmu lainnya.
Memiliki kemampuan menganalisis, mengembangkan dan merekayasa sistem yang menggunakan TIK.
Memahami implikasi sosial pendidikan TIK.
Memahami karakteristik peserta didik, konsep dasar pendidikan dan pendidikan TIK serta menerapkannya dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Memiliki wawasan yang komprehensif tentang persekolahan.
Memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dalam tingkat keresmian yang tinggi secara lisan dan tulisan.

sumber:
http://cs.upi.edu/v2/index.php?page=guru-tik
http://denijusmani.wordpress.com/2009/12/28/guru-tik-teknologi-informasi-dan-komunikasi/

Categories: Uncategorized

Kurikulum Ilmu Komputer SD-SMA (K-12) versi ACM: Masukan untuk perbaikan kurikulum TIK kita

Banyak keluhan yang saya dengar mengenai kurikulum TIK yang sekarang berlaku, diantaranya:

1. Membosankan, banyak siswa yang telah menguasai aplikasi sebelum itu diajarkan.
2. Terlalu menekankan kepada kemampuan penggunaan komputer, bukan pola pikir dan kemampuan problem solving.
3. Terkait dengan point 2, guru mengalami kesulitan saat mengajar tanpa komputer, misalnya di kelas .

ACM melalui CSTA (Computer Science Teacher Association), telah membuat kurikulum computer science untuk K-12 dan telah digunakan di sekitar 25% sekolah di US. Tentu saja tidak harus diambil bulat-bulat, tapi saya pikir dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan dan perbaikan kurikulum TIK SD-SMA di Indonesia.

Saya cuplik dan terjemahkan hanya bagian kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa. Versi lengkap (bhs Inggris), dapat didownload di: http://csta.acm.org/Curriculum/sub/ACMK12CSModel.html

Terdapat empat tingkatan di kurikulum ini. Tingkat 1 (kelas 2-8) mengajarkan dasar ilmu komputer, tingkat 2 (kelas 9 atau 10) bertopik ilmu komputer di dunia modern, tingkat 3 (kelas 10 atau 11) berisi ilmu komputer dari sisi analisis dan perancangan dan tingkat 4 (kelas 11 atau 12) berisi topik-topik khusus. Tingkat 3 dan tingkat 4 merupakan pilihan. Siswa dari tingkat 2 (kelas 9 atau 10) dapat melanjutkan ke tingkat 3 atau langsung loncat ke tingkat 4.

Berikut adalah kompetensi siswa yang diharapkan untuk kelas 2 – 8 (tingkat 1):

Setelah menyelesaikan kelas 2, siswa dapat:

1. Menggunakan standard alat input dan output untuk dapat mengoperasikan komputer dan teknologi terkait.
2. Menggunakan komputer dalam kegiatan pembelajaran terarah maupun independen.
3. Mengkomunikasikan teknologi menggunakan terminologi yang tepat (sesuai dengan umur).
4. Menggunakan sumber multimedia untuk mendukung proses belajar (contoh: buku interaktif, software dukasi, ensklopedi multimedia).
5. Bekerja secara kooperatif dan kolaboratif dengan teman, guru dan orang lain saat menggunakan teknologi.
6. Memperlihatkan tingkah laku positif dan etis saat menggunakan teknologi.
7. Bertanggung jawab saat menggunakan sistem teknologi dan software.
8. Mengembangkan produk multimedia (sesuai dengan tingkat perkembangan) dengan dukungan guru, keluarga atau teman.
9. Menggunakan teknologi (contoh: teka-teki, program, alat menulis, kamera digital, dan alat gambar) untuk memecahkan masalah, berkomunikasi dan memberikan ilustrasi untuk pemikiran, ide dan cerita.
10. Mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikannya dengan orang lain menggunakan alat telekomunikasi dengan dukungan guru, keluarga atau teman.
11. Memahami bagaimana 0 dan 1 dapat digunakan untuk merepresentasikan informasi seperti gambar digital dan angka.
12. Memahami bagaimana mengatur informasi dalam urutan yang berguna, seperti direktori telepon, tanpa menggunakan komputer.

Setelah menyelesaikan kelas 3-5, siswa dapat:

1. Menggunakan keyboard dan alat input/output lainnya dengan nyaman, mencapai tingkat tertentu dalam menggunakan keyboard dengan jari yang benar.
2. Mendiskusikan penggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, beserta kelebihan dan kekurangannya.
3. Mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi dan informasi dan mendeskripsikan akibat penggunaan yang tidak tepat.
4. Menggunakan alat produktivitas yang umum untuk mendukung produktivitas individu, memperbaiki kemampuan dan memfasilitasi proses belajar.
5. Menggunakan alat teknologi (misal pengembang multimedia, presentasi, pengembang web, kamera, scanner) baik individual maupun kolaboratif dalam menulis, mengkomunikasikan dan mempublikasikan aktivitas untuk membuat presentasi bagi audiens di dalam dan diluar kelas.
6. Menggunakan alat telekomunikasi secara efisien untuk mengakses informasi yang jauh, berkomunikasi dengan orang lain untuk mendukung pembelajaran langsung dan independen dan memenuhi minat individu.
7. Menggunakan sumber online (seperti email, diskusi online, web) untuk berpartisipasi dalam pemecahan masalah secara kolaboratif dalam mengembangkan solusi atau produk bagi audiens di dalam maupun di luar kelas.
8. Menggunakan teknologi (seperti kalkulator, video, software edukasi) untuk pemecahan masalah, belajar mandiri dan extended learning activities
9. Menentukan teknologi mana yang berguna, memilih alat dan sumberdaya yang tepat untuk memecahkan berbagai macam masalah.
10. Mengevaluasi akurasi, relevansi, ketepatan, kelengkapan dan bias yang terjadi pada sumber informasi elektronik.
11. Tanpa komputer, mengembangkan pengertian tentang algoritma, seperti kompresi teks, pencarian, network routing.

Setelah menyelesaikan kelas 6-8, siswa dapat:

1. Menggunakan strategi untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah hardware dan software pada kehidupan sehari-hari.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan terhadap perubahan teknologi informasi dan efeknya terhadap pekerjaan dan masyrakat.
3. Memperlihatkan tingkah laku yang baik dan etis ketika menggunakan teknologi informasi dan mendiskusikan akibat dari penggunaan yang tidak tepat.
4. Menggunakan alat pembuat konten, software dan simulasi (misalnya environmental probes, kalkulator grafik, exploratory environments, Web) untuk mendukung pembelajaran dan riset.
5. Menggunakan alat produtivitas/multimedia untuk mendukung produktivitas individu, kolaborasi grup dan proses belajar.
6. Merancang, mengembangkan, mem-publish dan mempresentasikan produk (contoh: website, video) menggunakan teknologi yang mendemonstrasikan konsep komunikasi kepada audiens di dalam maupun di luar kelas.
7. Berkolaborasi dengan teman, ahli dan yang lain menggunakan alat telekomunikasi untuk meneliti permasalahan, isu dan informasi seputar pendidikan kemudian mengembangkan solusi untuk audiens di dalam maupun di luar kelas.
8. Memilih alat dan teknologi yang tepat untuk menyelesaikan berbagai masalah dan menyelesaikan masalah.
9. Memperlihatkan pemahaman tentang konsep hardware, software, algoritma dan aplikasi praktisnya.
10. Menemukan dan mengevaluasi keakuratan, relevansi, ketepatan, kelengkapan dan bias pada sumber informasi elektronik berkaitan dengan masalah dunia nyata.
11. Memahami graf sebagai alat untuk mereprentasikan permasalahan dan solusi untuk masalah yang kompleks.
12. Memahami dasar logika dan kegunaanya untuk menyelesaikan masalah dunia nyata.

Kelas 9 atau 10, masuk ke tingkat 2, topik materi adalah sebagai berikut:

1. Prinsip organisasi komputer dan komponen utamanya (input, output, memori, penyimpanan, pemroses, software, sistem operasi dan sebagainya)
2. Langkah-langkah dasar pemecahan masalah secara algoritmik (pernyataan masalah dan eksplorasi, pemeriksaan terhadap instance, perancangan, coding, testing dan verifikasi)
3. Komponen dasar jaringan komputer (server, proteksi file, protokol routing untuk komunikasi/koneksi, spoolers dan queues, shared resource dan fault tolerance)
4. Organisasi elemen internet, rancangan web page (form, text, graphic, client-and-sever side script) dan hypermedia (link, navigasi, search engine, interpretasi dan evaluasi).
5. Pengertian hirarkis dan abstraksi computing, termasuk bahasa tingkat tinggi, translasi (compiler, interpreter, linking), bahasa mesin, set instruksi dan sirkuit logic.
6. Hubungan antara matematika dan ilmu komputer: termasuk angka biner, logika, himpunan dan fungsi.
7. Pengertian komputer sebagai model tingkah laku cerdas (pergerakan robot, pengenalan suara dan bahasa dan computer vision) dan yang membedakan antara manusia dan mesin.
8. Contoh-contoh (seperti membuat program sistem penjawab telepon) yang mengidentifikasikan penggunaan yang luas dan lintas-disiplin komputer dan algoritmik untuk menyelesaikan masalah pada dunia modern.
9. Masalah etika yang berkaitan dengan komputer dan jaringan (termasuk keamanan, privasi, hak cipta, keuntungan dan kerugian public domain software, dan kehandalan informasi pada internet) dan pengaruh positif maupun negatif dampak teknologi pada kebudayaan.
10. Mengidentifikasi berbagai macam karir di bidang komputasi dan hubungannya dengan materi yang dipelajari (misalkan spesialis IT, perancang web page, sistem analis, programmer, CIO).

Kelas 10 atau 11 (tingkat 3, merupakan pilihan bagi siswa yang berminat)

1. Dasar-dasar proses perancangan software dan pemecahan masalah, termasuk style, abstraksi dan pengantar correctness dan efisiensi sebagai bagian dala perancangan software.
2. Struktur data sederhana dan penggunaanya.
3. Topik pada matematika diskrit: logika, fungsi, set dan kaitannya dengan ilmu komputer.
4. Perancangan usabilitas: perancangan halaman web, game interaktif, dokumentasi.
5. Dasar rancangan hardware.
6. Tingkatan bahasa, perangkata lunak dan translasi: karakteristik compiler, sistem operasi dan jaringan.
7. Keterbatasan computing: apa yang “berat” secara komputasional? (contoh: pemodelan laut, kontrol lalulintas udara, pemetaan gen) dan masalah yang tidak dapat dipecahkan secara komputasional.
8. Prinsip rekayasa software: proyek software, tim, software life cycle.
9. Masalah sosial: software sebagai hal intelektual, praktek professional.
10. Karir di bidang komputasi: ilmuwan di bidang ilmu komputer, insinyur, information technologist.

Kelas 11 atau 12, merupakan tingkat 4 dan bersifat pilihan. Topik-topiknya mencakup:

1. Advanced Placement (AP) Computer Science, ini semacam program yang SKS-nya dapat digunakan saat melanjutkan ke tingkat S1.
2. Project based course, semacam tugas akhir.
3. A vendor-supplied course berkaitan dengan sertifikasi, diberikan oleh vendor semacam Microsoft, Sun, Oracle.

sumber lengkap: http://yudiwbs.wordpress.com/

Categories: Uncategorized

PEMBELAJARAN AKTIF

1. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar mahasiswa maupun mahasiswa dengan pengajar dalam proses pembelajaran tersebut.
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
Mahasiswa tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi kuliah,
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi kuliah,
Mahasiswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap mahasiswa sehingga terdapat individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.

Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga meningkat. Suatu studi yang dilakukan Thomas (1972) menunjukkan bahwa setelah 10 menit kuliah, mahasiswa cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengar kuliah yang diberikan oleh pengajar secara pasif. Hal ini tentu saja akan makin membuat pembelajaran tidak efektif jika kuliah terus dilanjutkan tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dengan menggunakan cara-cara pembelajaran aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran pada mahasiswa untuk aktif belajar dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa menimbulkan minat belajar yang besar pada mahasiswa. Pada akhirnya hal ini akan membuat proses pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan.

2. Beberapa Teknik Pembelajaran Aktif

Ada banyak teknik pembelajaran aktif dari mulai yang sederhana – yang tidak memerlukan persiapan lama dan rumit serta dapat dilaksanakan relatif dengan mudah — sampai dengan yang rumit – yaitu yang memerlukan persiapan lama dan pelaksanaan cukup rumit. Beberapa jenis teknik pembelajaran tersebut antara lain adalah:

2.1 Think-Pair-Share
Dengan cara ini mahasiswa diberi pertanyaan atau soal untuk dipikirkan sendiri kurang lebih 2-5 menit (think), kemudian mahasiswa diminta untuk mendiskusikan jawaban atau pendapatnya dengan teman yang duduk di sebelahnya (pair). Setelah itu pengajar dapat menunjuk satu atau lebih mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya atas pertanyaan atau soal itu bagi seluruh kelas (share).

Teknik ini dapat dilakukan setelah menyelesaikan pembahasan satu topik, misalkan setelah 10-20 menit kuliah biasa. Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan membahas topik berikutnya untuk kemudian dilakukan cara ini kembali setelah topik tersebut selesai dijelaskan.

2.2 Collaborative Learning Groups
Dibentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa yang dapat bersifat tetap sepanjang semester atau bersifat jangka pendek untuk satu pertemuan kuliah. Untuk setiap kelompok dibentuk ketua kelompok dan penulis. Kelompok diberikan tugas untuk dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan rumah yang diberikan sebelum kuliah dimulai. Tugas yang diberikan kemudian harus diselesaikan bisa dalam bentuk makalah maupun catatan singkat.

2.3 Student-led Review Session
Jika teknik ini digunakan, peran pengajar diberikan kepada mahasiswa. Pengajar hanya bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator.

Teknik ini misalkan dapat digunakan pada sesi review terhadap materi kuliah. Pada bagian pertama dari kuliah kelompok-kelompok kecil mahasiswa diminta untuk mediskusikan hal-hal yang dianggap belum dipahami dari materi tersebut dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mahasiswa yang lain menjawabnya. Kegiatan kelompok dapat juga dilakukan dalam bentuk salah satu mahasiswa dalam kelompok tersebut memberikan ilustrasi bagaimana suatu rumus atau metode digunakan. Kemudian pada bagian kedua kegiatan ini dilakukan untuk seluruh kelas. Proses ini dipimpin oleh mahasiswa dan pengajar lebih berperan untuk mengklarifikasi hal-hal yang menjadi bahasan dalam proses pembelajaran tersebut.

2.4 Student Debate
Diskusi dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial sehingga akan terjadi pendapat-pendapat yang berbeda dari mahasiswa. Dalam mengemukakan pendapat mahasiswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang bersumber pada materi-materi kelas. Pengajar harus dapat mengarahkan debat ini pada inti materi kuliah yang ingin dicapai pemahamannya.

2.5. Exam questions writting
Untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah menguasai materi kuliah tidak hanya diperoleh dengan memberikan ujian atau tes. Meminta setiap mahasiswa untuk membuat soal ujian atau tes yang baik dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa mencerna materi kuliah yang telah diberikan sebelumnya. Pengajar secara langsung bisa membahas dan memberi komentar atas beberapa soal yang dibuat oleh mahasiswa di depan kelas dan/atau memberikan umpan balik kemudian.

2.6 Class Research Symposium
Cara pembelajaran aktif jenis ini bisa diberikan untuk sebuah tugas perancangan atau proyek kelas yang cukup besar. Tugas atau proyek kelas ini diberikan mungkin pada awal kuliah dan mahasiswa mengerjakannya dalam waktu yang cukup panjang termasuk kemungkinan untuk mengumpulkan data atau melakukan pengukuran-pengukuran. Kemudian pada saatnya dilakukan simposium atau seminar kelas dengan tata cara simposium atau seminar yang biasa dilakukan pada kelompok ilmiah.

2.7 Analyze Case Studies
Model seperti ini banyak diberikan pada kuliah-kuliah bisnis. Dengan cara ini pengajar memberikan suatu studi kasus yang dapat diberikan sebelum kuliah atau pada saat kuliah. Selama proses pembelajaran, kasus ini dibahas setelah terlebih dahulu mahasiswa mempelajarinya. Sebagai contoh dapat diberikan suatu studi kasus produk rancangan engineering yang ternyata gagal atau salah, kemudian mahasiswa diminta untuk membahas apa kesalahannya, mengapa sampai terjadi dan bagaimana seharusnya perbaikan rancangan dilakukan.

3. Hal-hal yang Harus Diperhatikan

Untuk menerapkan pembelajaran aktif beberapa hal harus diperhatikan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai sebagaimana mestinya. Melupakan hal-hal ini dapat saja membuat pembelajaran aktif tidak berhasil dan mengakibatkan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Tujuan pembelajaran aktif harus ditegaskan dengan jelas
Harus diingat bahwa tujuan pembelajaran aktif adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir analitis dari mahasiswa dan kapasitas mahasiswa untuk menggunakan kemampuan tersebut pada materi-materi kuliah yang diberikan. Pembelajarn aktif tidak semata-mata digunakan untuk menyampaikan informasi saja.

Lebih jauh lagi, pembelajaran aktif ini memiliki konsekuensi pada mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik di luar jam kuliah. Mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar untuk mencari seluas-luasnya materi yang melatar-belakangi perkuliahan sehingga dapat berpartisipasi dengan baik dalam perkuliahan.

Pembelajaran aktif ditujukan agar mahasiswa secara aktif bertanya dan menyatakan pendapat dengan aktif selama proses pembelajaran. Dengan proses seperti ini diharapkan mahasiswa lebih memahami materi kuliah.

Mahasiswa harus diberitahu apa yang akan dilakukan
Pada saat awal kuliah – pada saat menjelsakan silabus kuliah – mahasiswa harus diberi penjelasan apa yang akan dilakukan sehingga mahasiswa dapat mengerti apa yang diharapkan darinya selama proses pembelajaran. Tekankan penjelasan ini berulang-ulang sehingga mahasiswa memiliki kesadaran dan keinginan yang tinggi untuk berpartisipasi.

Memberikan pengarahan yang jelas dalam diskusi
Diskusi dalam kelas merupakan tanggungjawab pengajar untuk menjaganya dalam alur dan tempo yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi adalah:
buat ringkasan dan hal-hal penting yang menjadi pendapat mahasiswa serta kembalikan ke dalam diskusi untuk dapat mengundang pendapat-pendapat lain,
terima terlebih dahulu semua pendapat yang berkembang dan beri kesempatan yang sama pada pendapat-pendapat lain,
tunggu sampai beberapa mahasiswa mengemukakan pendapat sebelum pengajar memberikan komentar,
setiap saat temukan isu penting yang menjadi bahasan dalam materi kuliah dan berikan penjelasan lebih lengkap dan arahkan diskusi pada isu-isu berikutnya.

Pertimbangkan teknik pembelajaran aktif yang dipergunakan
Setiap cara atau teknik dalam pembelajaran aktif memerlukan persiapan-persiapan yang berbeda tingkat kemudahannya begitu pula dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan dengan baik teknik yang akan dipergunakan. Kombinasi beberapa cara sepanjang semester merupakan cara terbaik.

Penciptaan iklim pembelajaran aktif
Iklim pembelajaran aktif harus dapat diciptakan oleh pengajar. Beberapa cara untuk menciptakan ini adalah sebagai berikut:

pada awal pertemuan minta mahasiswa untuk menjelaskan ringkasan materi yang dibahas pada pertemuan sebelumnya
pada awal pertemuan minta mahasiswa untuk memberikan pandangan serta perkiraan mengenai materi yang akan dibahas pada pertemuan tersebut.
berikan contoh-contoh soal dan mintakan mahasiswa untuk menyelesaikannya secara bersama
secara periodik, hentikan memberi penjelasan dan minta mahasiswa untuk membuat ringkasan mengenai materi yang telah dibicarakan selama 2 menit. Kemudian minta mahasiswa mendiskusikannya dengan teman yang duduk di sebelahnya selama 2 menit.
bentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas untuk mendiskusikan suatu topik, latihan mengerjakan soal, atau membuat ilustrasi konsep yang dipelajari pada saat pertemuan tersebut.
minta mahasiswa pada akhir pertemuan untuk membuat pertanyaan atas materi pertemuan dan menukarkannya dengan teman yang duduk di dekatnya, kemudian minta mereka menjawabnya pada pertemuan verikutnya.
minta mahasiswa untuk menilai learning objective mana yang telah dicapai dengan pembahasan materi pada pertemuan tersebut.

refrensi:
izaskia.files.wordpress.com
tarmizi.wordpress.com/…/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/

Categories: Uncategorized

MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN ONLINE ITU MUDAH

Dewasa ini, pengembangan media sudah mulai mengarah kepada computer assisted instruction (CAI) yaitu, sistem penyampaian materi pelajaran yang berbasis microprocessor, atau lebih dikenal dengan istilah PBK (pembelajaran berbantuan komputer), Arsyad (1997:35). Beberapa penelitian menunjukan bahwa PBK mampu memberikan dampak yang konstruktif dalam memicu motivasi belajar siswa. selain itu PBK juga mampu mengakomodasi berbagai potensi belajar, sehingga sangat cocok bagi kelas yang memiliki hiterogenitas tinggi. Kelebiahan lainnya adalah kemampuan Manipulative, sehingga penyajian materi bisa lebih efektif dan efesien. sebagai contoh dalam metamorfosis kupu-kupu, jika dilakukan pengamatan secara alamiah, tentu bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu, namun berbeda ceritanya jika proses ini di olah dengan menggunakan komputer, karena proses berubahnya larva menjadi kepompong, kemudian menjadi kupu-kupu bisa dimanipulasi dan disajikan hanya dalam beberapa menit saja, bahkan dengan tingkat kefahaman yang lebih baik.

Langkah-langkah membuat PBK :

Secara teoritis, langkah penggunaan komputer sebagai media pembelajaran mengikuti proses instruksional sebagai berikut :
1. Merencanakan, mengatur, mengorganisasikan, dan menjadwalkan pengajaran.
2. Mengevaluasi siswa (tes);
3. Mengumpulkan data mengenai siswa
4. Melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran
5. Membuat catatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau perkembangan).
Format penyajian media berbasis CAI (computer assisted instruction) pada hakekatnya, terdiri dari tiga bentuk yaitu : Tutorial, Drill and practice, dan Simulation. Tutorial adalah penyajian pembelajaran dalam bentuk soal-soal, atau pertanyaan sehingga siswa seperti sedang berinteraksi selayaknya interaksi dengan seorang tutor atau guru.
Dril and practice, penyajian dengan format ini dapat menuntun siswa dengan serangkaian contoh untuk meningkatkan kemahiran menggunakan keterampilan. Komputer dengan sabar memberi latihan sampai suatu konsep benar-benar dikuasai sebelum pindah kepada konsep yang lainnya. Simulation, penyajian dengan simulasi dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara dinamis, interaktif, dan perorangan. Dengan simulasi, lingkungan pekerjaan yang kompleks dapat ditata sehingga menyerupai dunia nyata. Arsyad (1997:98). Dengan begitu format penyajian pembelajaran berbantuan komputer dapat memilih salah satu, atau mengkombinasikan ketiganya dalam bentuk sajian yang lain misalnya web.

Bagaimana Implementasinya ?

Dilihat sekilas bigitu rumit membuat media berbasis PBK, Apalagi jika belum menguasai bahasa pemrograman,atau program pembuat media, hemm Seolah punguk merindukan bulan, namun akan kontras jika anda membaca judul tulisan ini, Kenapa ?, Karena kita akan berkenalan dengan software yang sangat cantik, bahkan kecantikannya mampu mengalahkan wibawa kaisar roma, seperti kecantikan Anastasia Palazzo dalam novel Habiburrahman El Zirazi. Moodle namanya, Moodle merupakan salah satu paket software untuk membuat suatu pelatihan-pelatihan berbasis web dan internet yang biasa disebut sebagai Learning Management System (LMS) / Course Management System (CMS) / Virtual Learning Environment (VLE). Moodle disediakan secara gratis dan bebas digunakan karena merupakan software open source (dibawah lisensi GNU Public). Pada Januari 2008 tercatat 38,896 lebih situs yang memakai moodle, dengan 16,927,590 user bergabung di dalam 1,713,438 course. Lihat di http://www.ilmukomputer.com/ferry renaldo.

Kata Moodle awalnya merupakan kependekan dari Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment, walaupun pada awalnya huruf M kependekan dari kata “Martin’s” yang berasal dari Martin Dougiamas sang pembuat Moodle. Maksud dari modular disini adalah para developer di seluruh dunia dapat mengembangkan serta menciptakan module – module baru untuk menambah fungsional Moodle.

Moodle dapat diinstall pada komputer manapun (Windows, Mac, dan berbagai distro Linux) yang dapat menjalankan PHP dan mendukung database bertipe SQL (MySQL, Postgre, Oracle, ataupun Microsoft SQL Server). Aplikasi Moodle bisa di download pada alamat http://www.moodle.org/. Saat ini Moodle sudah di gunakan pada lebih dari 150.000 institusi di 160 negara didunia.

Mencicipi Kemudahan Moodle

Sebelum instalasi moodle dilakukan, terlebih dahulu instal AppServ atau Xammp, kita bisa mendapatkannya melalui ustadz google secara cuma-cuma. Kemudian :1. Extract moodle pada direktori C:\Program Files\xampp\htdocs2. Buka aplikasi browser (IE, Mozila, Opera,dll) kemudian masukan alamat http://localhost/moodle/ selanjutnya lakukan instalasi seperti instalasi program pada umumnya. 3. Setelah proses instalasi selesai maka kita bisa menjalankan aplikasi moodle.

sumber: http://www.facebook.com/#!/note.php?note_id=489460621788

Categories: Uncategorized

Dengan Kejujuran Membawa SDIT AL Uswah Jadi Terbaik Se Surabaya

Sering kali kita dibuat takjub dengan nilai ujian nasional yang sempurna diraih anak orang lain. Sebaliknya, kita kurang bersyukur atas prestasi anak kita sendiri karena tidak mendapatkan nilai terbaik.

Terlepas dari parameter kejujuran selama mereka mengerjakan ujian, seringkali keluar kesimpulan bahwa parameter anak yang paling sukses itu jika berada pada peringkat pertama.

Standar kesuksesan seperti ini telah menghipnotis sebagian pihak sehingga boleh
menghalalkan berbagai cara. Dengan dalih menjaga reputasi sekolah bisa-bisa
mengalahkan prinsip kejujuran yang selama ini ditanamkan kepada mereka.

Dari kondisi tersebut, SDIT AL Uswah untuk tahun ketiga ini membuktikan kepada masyarakat Surabaya, bahwa prestasi akademik dengan berbekal pendidikan karakter bukan hanya sekedar jargon atau sekedar visi tanpa arti. Tapi sudah dalam tataran implementasi dan buahnya sudah bisa dilihat dan dinikmati.

Bukti dari buah pendidikan karakter yang ditekankan di tingkat SD ini adalah tentang kejujuran, SDIT AL Uswah menempati peringkat pertama terbaik UASBN 2010 untuk kategori SD swasta Se- Surabaya. SDIT AL Uswah bisa mengalahkan SD swasta sekelas Al-Hikmah, Al-Falah dan Hidayatullah. Bahkan juara-juara sebelumnya seperti SD PETRA dan SD yang ngetop lainnya bisa dikalahkan oleh SDIT AL Uswah.

Ada pengalaman menarik dari para pengawas UASBN yang kebetulan mendapat tugas menjaga anak-anak SDIT AL Uswah. Bapak-ibu guru dari lintas sekolah itu tertegun melihat anak-anak SDIT AL Uswah tidak ada yang gelisah, tolah-toleh atau bahkan mencontek. Semua konsentrasi di kertas soal dan jawabannya sendiri.

Bahkan ada salah satu guru dari sekolah lain tersebut melihat ada siswa yang tidak
bisa mengerjakan salah satu soal, guru ini memberi jawaban kepada si anak. Tapi apa yang dilakukan si anak ini? Ternyata anak tersebut tidak mau menerima jawaban dari guru pengawas tersebut. Setelah ujian selesai dengan penasaran guru pengawas bertaya kepada anak tersebut.

“Kenapa tadi tidak mau menerima jawaban dari saya? Dengan polosnya, anak tadi menjawab: “Apa jaminannya jawaban tadi benar?”

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia di Yayasan Ukhuwah Islamiyah sebagai induk dari SDIT Al_Uswah, Alfie Niamah Febriana SSi menjelaskan bahwa pendidikan karakter itu lebih penting daripada sekedar transfer ilmu.

“Dalam sebuah proses pendidikan, bukan sekedar transformasi ilmu yang diharapkan, tetapi lebih jauh adalah perubahan perilaku yang semakin baik juga menjadi tujuan besar dari proses tersebut,” katan Alfie.

Selain itu bukan semata nilai akademis yang diukir dari tiap mata pelajaran, namun senandung doa harian yang keluar dari lisan ananda sebelum memulai setiap aktivitasnya. “Atau lantunan surat pendek yang dilafalkan dengan jelas dan benar, ini jauh lebih berarti dibanding nilai yang tertera dalam angka,” jelas ibu dua anak.

Tentang pendidikan karakter ini dikuatkan Kepala SDIT Al Uswah, Moch Edris Effendi ST. “Sudah saatnya kita memandang ujian sebagai suatu yang positif. Dengan ujian itu bisa mengukur kemampuan terbaik anak-anak kita. Maka berusahalah semaksimal mungkin untuk menghadapinya. Kerjakan berbagai bentuk ujian itu dengan kemampuan sendiri,” tambah Moch Edris.

Edris menambahkan, sebaik-baik hasil ujian, jika 100 persen buah pemikiran sendiri, maka hasil itu yang akan mendatangkan keberkahan dari Allah. “Sebaliknya, jika kita dapat nilai sempurna tapi dengan kecurangan, maka tidak
ada nilainya di sisi Allah,” katanya

“Bagi para guru dan orang tua, berusahalah untuk selalu menghargai prestasi
anak-anaknya. Meskipun hasilnya belum sesuai harapan, tapi itu hasil jerih payah
mereka sendiri,” ujar alumni ITS ini.

sumber :http://surabaya.detik.com

Categories: Uncategorized

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.

Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.

Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.

Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama – sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip – prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus – menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan – tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

Pengertian mutu

Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ‘ terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;

Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;

  • pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
  • bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
  • pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.

Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:

  • mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
  • Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
  • Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.

Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.

Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).

Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

Strategi pelaksanan di tingkat sekolah

Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

  • Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.

  • Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.

  • Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.

  • Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.

Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.

  • Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.

  • Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.

  • sumber :http://www.ssep.net/director.html

    Categories: Uncategorized

    Manajemen Sekolah

    Manajemen Sekolah

    Pengantar Sekolah beserta komunitasnya memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
    pengelolaan pendidikan di sekolahnya sesuai dengan undang-undang otonomi daerah yang berlaku. Manajemen
    Berbasis Sekolah memerlukan adanya:
    – akuntabilitas,
    – transparansi,
    – kolaborasi/kerja sama,
    – proses dari bawah ke atas (bottom–up),
    – rasa kepemilikan,
    – partisipasi, dan
    – otonomi.
    – Apa itu Manajemen Berbasis Sekolah? Manajemen Berbasis Sekolah memberikan banyak kewewenangan kepada
    sekolah untuk membuat keputusan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS mensyaratkan adanya
    partisipasi masyarakat dan transparansi yang tinggi dalam pertukaran (sharing) informasi tentang sekolah.Masyarakat
    sekitar perlu berpartisipasi dalam menentukan prioritas dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan
    pengembangan sekolah. Tujuan Jangka Menengah Manajemen Berbasis Sekolah Tujuan jangka menengah (goals)
    dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk:
    – meningkatkan mutu belajar anak,
    – menguatkan kapasitas kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengelola sekolah,
    – membangun partisipasi masyarakat, dan
    – memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan di tingkat lokal berdasarkan kebutuhan lokal.
    – Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah Sekolah bisa membuat keputusan yang terkait dengan pekerjaan guru,
    perencanaan kurikulum, metode pengajaran, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya materi, dan
    alokasi waktu.Sekolah bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai oleh murid, baik bagi masyarakat setempat
    maupun bagi sistem pendidikan pada umumnya.Perlu ada tingkat partisipasi yang tinggi dari guru, masyarakat, komite
    sekolah, dan seluruh pemangku kepentingan.Sekolah harus menyusun Rencana Pengembangan Sekolah serta
    Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.Transparansi dibutuhkan dalam memberikan semua informasi
    yang relevan dengan semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan semua pihak yang dipengaruhi oleh
    keputusan tersebut. Pertemuan dan laporan tertulis yang dibuat secara berkala kepada para pemangku kepentingan
    dibutuhkan di sini.
    – Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan sekolah yang efektif dapat berjalan dengan adanya gaya kepemimpinan yang
    benar, pada waktu dan bidang yang tepat. Gaya kepemimpinan bisa dikategorikan sebagai berikut:
    – kepemimpinan yang visioner,
    – kepemimpinan bergaya pembinaan,
    – kepemimpinan sosial,
    – kepemimpinan yang demokratis,
    – kepemimpinan yang memacu kemajuan, dan
    – kepemimpinan bergaya komando.
    – Kepemimpinan yang Visioner  Kepemimpinan yang visioner berkenaan dengan upaya membangun impian
    bersama untuk sekolah yang lebih baik dan lebih bermutu.
    – Kepemimpinan Bergaya Pembinaan Kepemimpinan bergaya pembinaan berkenaan dengan kegiatan bersama
    setiap guru untuk membahas cara agar mereka dapat memperbaiki diri. Kepemimpinan ini perlu dibangun atas dasar
    kepercayaan dan bukan berdasarkan hukuman atau upaya untuk mencari kesalahan.
    – Kepemimpinan Sosial Kepemimpinan sosial berkenaan dengan upaya mengembangkan sekolah di mana kepala
    sekolah, guru, dan masyarakatnya saling peduli dan mendukung satu sama lain.
    – Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan yang demokratis berkenaan dengan pengembangan proses di sekolah,
    di mana komite sekolah, guru, murid, dan orang tua bisa memberikan masukan bagi pengambilan keputusan yang
    penting.
    – Kepemimpinan yang Memacu Kemajuan Kepemimpinan yang memacu kemajuan bercirikan adanya seorang
    pemimpin yang menetapkan jangka waktu kerja secara jelas, dan dengan mengharapkan standar kerja yang tinggi.
    – Kepemimpinan Bergaya Komando Kepemimpinan bergaya komando adalah gaya kepemimpinan yang mengambil
    keputusan dengan tegas dan cepat. Gaya ini bermanfaat dalam memberikan arahan yang jelas di saat darurat.
    – Kepemimpinan dalam Serangkaian Bidang Selain menggunakan berbagai gaya kepemimpinan yang sesuai, seorang
    kepala sekolah perlu mencurahkan waktunya untuk bekerja di berbagai bidang yang luas cakupannya.
    Kepemimpinan yang kuat di bidang teknis, humanis, dan pendidikan dapat membuat sekolah menjadi efektif.
    Kepemimpinan secara simbolis dan kultural diperlukan bagi sekolah untuk melampaui kondisi efektif agar menjadi luar
    biasa.
    – Kepemimpinan Teknis Kepemimpinan teknis bekerja di bidang keterampilan manajemen yang kuat, penataan yang
    baik, pengaturan dan pemanfaatan waktu secara efisien.
    – Kepemimpinan Humanis Kepemimpinan humanis mengarahkan manusia untuk memperbaiki diri, berbagi tanggung
    jawab, dan bekerja sama dengan baik.
    – Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan pendidikan berupaya memimpin yang lainnya untuk mengembangkan
    pengetahuan mendalam tentang kurikulum, pengajaran yang efektif, dan pembelajaran murid.Kepala sekolah
    memimpin sekolah dalam:
    – menerapkan kurikulum nasional demi menghasilkan kompetensi dasar dan standar kompetensi,
    – memasukkan kebudayaan lokal dalam pembelajaran,
    – memastikan bahwa guru memakai serangkaian metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan murid yang belajar
    dalam berbagai cara,
    – memastikan bahwa guru terlibat dalam kegiatan pengembangan profesi untuk meningkatkan mutu pengajarannya,
    – memastikan bahwa guru-guru saling bertemu untuk merencanakan pengajaran mereka, berbagi sumber daya, dan
    membahas perbaikan dalam metode pengajaran dan penilaian murid,
    – mendukung guru untuk mengumpulkan dan menggunakan data murid agar lebih berfokus pada kebutuhan masing-
    masing murid, dan
    – mengembangkan manajemen perilaku murid yang lebih baik.
    – Kepemimpinan Simbolis Kepemimpinan simbolis berarti bekerja dan berperilaku sebagaimana Anda mengharapkan
    orang lain untuk bekerja dan berperilaku serupa.
    – Kepemimpinan Kultural Kepemimpinan kultural memimpin sekolah untuk mengembangkan nilai-nilai, keyakinan, dan
    perilakunya sendiri.
    – Membangun Budaya Sekolah Budaya sekolah dibangun atas dasar keyakinan dan nilai-nilai yang disepakati
    bersama dan menjadi landasan bagi interaksi semua anggota organisasi sekolah. Budaya sekolah juga membutuhkan
    pandangan umum mengenai cara belajar murid, cara mengelola perilaku murid, dan cara mendukung warga sekolah
    agar bisa saling menghargai satu sama lain.
    – Partisipasi Masyarakat Komite sekolah mewakili masyarakat. Komite ini berpartisipasi dalam tata layanan dan
    pengelolaan sekolah.Pertemuan dengan masyarakat perlu diadakan secara berkala sebagai tempat berkonsultasi,
    mencari masukan, dan melaporkan semua pencapaian di sekolah.
    – Komite Sekolah Komite sekolah merupakan badan independen yang dibentuk oleh, dan dipilih dari masyarakat dan
    sekolah.
    – Peran Komite Sekolah Peran komite sekolah adalah memberikan saran, dukungan, pemantauan, dan mediasi
    sebagaimana diperlukan. Ini dilakukan untuk membantu kepala sekolah dalam memimpin dan mengoperasikan
    sekolahnya.Peran komite sekolah dalam mendukung Manajemen Berbasis Sekolah antara lain:
    – berpartisipasi dalam persiapan dan pengesahan akhir RPS dan RAPBS,
    – memantau kemajuan murid,
    – membantu sekolah mencari dana untuk berbagai program sekolah,
    – mendukung sekolah dalam mempromosikan partisipasi orang tua dan masyarakat,
    – memantau pelaksanaan program, dan
    – secara teratur melaporkan kegiatan komite sekolah dan pencapaian sekolah kepada masyarakat dan pejabat Dinas
    terkait.
    – Rekrutmen dan Pemilihan Komite Sekolah Kepala sekolah bertanggung jawab untuk mengatur proses pemilihan
    komite sekolah. Ini harus dilakukan secara terbuka dan adil. Daftar calon pengurus dibuat dan dikirimkan kepada orang
    tua dan masyarakat untuk dipertimbangkan sebelum pemilihan dilaksanakan. Komite sekolah kemudian
    menyelenggarakan sebuah rapat pemilihan. Proses serah terima jabatan dilakukan melalui penandatanganan surat
    keputusan oleh kepala sekolah.
    – Kepengurusan Komite Sekolah Komite sekolah terdiri atas perwakilan dari:
    – orang tua,
    – masyarakat,
    – lembaga keagamaan,
    – kalangan bisnis,
    – guru,
    – perwakilan kepala desa,
    – alumni,
    – lembaga kesehatan, dan
    – anggota masyarakat lainnya yang tertarik. Kepala sekolah selalu masuk dalam kepengurusan komite sekolah.
    – Struktur Komite Sekolah Komite sekolah memiliki struktur kepemimpinan yang terdiri dari:
    – seorang ketua,
    – seorang sekretaris, dan
    – seorang bendahara. Tergantung dari besar sekolah, komite sekolah juga bisa memiliki sub-sub komite. Ini bisa
    termasuk sub komite untuk:
    – pembelajaran,
    – sumber daya manusia,
    – sarana dan bangunan sekolah,
    – keuangan sekolah,
    – keadilan jender, dan
    – kesehatan dan gizi. Komite sekolah tidak bisa diketuai oleh kepala sekolah atau guru.Ketua komite sekolah dipilih
    dari dan oleh anggotanya dalam sebuah rapat umum.
    – Tanggung Jawab Komite Sekolah Tanggung jawab komite sekolah adalah:
    – mengadakan rapat sesuai program yang ditentukan,
    – membantu menyusun RPS dan RAPBS,
    – bersama guru-guru laki-laki dan perempuan serta kepala sekolah menghimpun masukan dari masyarakat bagi
    sekolah, khususnya yang berkenaan dengan budaya dan bahasa setempat guna meningkatkan prestasi semua murid,
    – menggali, menghimpun, dan mengelola sumber daya (uang dan materi) dari masyarakat demi kemajuan kelas,
    – membantu menyusun strategi kesehatan bersama orang tua murid,
    – memantau dan mengevaluasi kedisiplinan, menghindari kekerasan, dan
    – memberikan laporan-laporan yang dapat dipertanggungjawabkan dan transparan kepada masyarakat tentang
    pencapaian sekolah dan penggunaan dana serta sumber daya lainnya.
    – Berbagai Pertemuan dan Rapat Paripurna Khusus Rapat paripurna harus dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga kali
    dalam satu tahun ajaran sekolah.Rapat pertama sebaiknya dilakukan pada awal tahun ajaran di mana agenda
    utamanya adalah pembahasan rencana sekolah. Rapat berikutnya bisa dilaksanakan pada akhir Semester 1 dan 2 di
    mana agenda utamanya adalah pelaporan mengenai prestasi murid dan pemberian laporan pertanggungjawaban
    komite sekolah kepada orang tua dan masyarakat.
    – Tata Cara Rapat Undangan sebaiknya dikirimkan kepada para peserta rapat paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
    rapat dilaksanakan.Ketua komite sekolah memimpin rapat tersebut.Agenda pertemuan dipersiapkan oleh sekretaris
    komite sekolah yang mengumpulkan butir-butir agenda rapat yang diusulkan anggota komite sekolah. Proses dan
    keputusan rapat ditulis dalam notula yang dihimpun oleh sekretaris komite sekolah atau orang lain yang ditugaskan
    untuk membuat notula tersebut. Notula ini harus tersedia bagi semua anggota komite sekolah pada saat atau sebelum
    rapat berikutnya. Notula rapat tersebut akan disahkan sebagai catatan yang akurat dalam rapat berikutnya.
    – Perencanaan Pengembangan Sekolah
    Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
    Sekolah harus menyusun RPS secara konsultatif dan memajangnya secara transparan.RPS berisikan rencana strategis
    dan rencana operasional.Rencana strategis memberi arahan bagi pengembangan sekolah dalam jangka panjang
    (beberapa tahun).Rencana operasional menerjemahkan rencana strategis tersebut ke dalam rencana jangka pendek.
    Rencana ini bersifat lebih spesifik dan dapat diukur dalam berbagai kegiatan dan tingkat penerapan yang
    dijabarkannya.Rencana operasional tersebut kemudian digunakan untuk menyusun Rencana Anggaran Pendapatan
    dan Belanja Sekolah (RAPBS) tahunan.
    1.Rencana Strategis
    Perencanaan strategis adalah suatu proses yang dapat membantu sekolah menentukan arah
    pengembangannya.Rencana strategis merupakan peta yang menjabarkan cara menuju pencapaian hasil-hasil dalam
    jangka panjang.Sebuah rencana strategis menggambarkan visi, misi, dan tujuan sekolah.Visi sekolah harus singkat dan
    jelas, menggambarkan apa yang diupayakan sekolah untuk dicapai.Visi berorientasi pada masa depan, mencerminkan
    standar yang tinggi dan digunakan sebagai acuan dasar dalam merumuskan misi dan tujuan sekolah.Misi merupakan
    rincian dari visi sekolah, menjabarkan uraian tugas, kewajiban dan rencana untuk mewujudkan visi sekolah.Tujuan
    (goal) sekolah berhubungan dengan hasil yang ingin dicapai dalam jangka menengah. Tujuan tersebut harus dapat
    diukur dan dituliskan sedemikian rupa sehingga sekolah tahu dengan jelas kapan tujuan tersebut tercapai.
    – Rencana Operasional            Rencana operasional berisikan tujuan jangka pendek (objectives) dan rencana kerja yang
    dibutuhkan guna mewujudkan rencana strategis sekolah. Sekolah mengidentifikasi tujuan-tujuan jangka pendek untuk
    mencapai tujuan jangka menengah sekolah. Tujuan-tujuan tersebut harus bisa diukur guna memudahkan evaluasi dan
    direncanakan dalam periode yang relatif singkat seperti satu tahun ajaran atau kurang dari itu. Tahap akhir yang
    dilakukan adalah menyusun sebuah rencana kerja untuk memaparkan secara rinci tentang apa yang direncanakan oleh
    sekolah untuk mewujudkan tujuan jangka menengahnya
    Rencana kerja menjabarkan tentang kelompok-kelompok sasaran pada murid, berbagai program kerja, pihak yang
    bertanggung jawab, jangka waktu, dan sejumlah ukuran untuk melakukan evaluasi.
    – Langkah Pembuatan Rencana Pengembangan Sekolah
    – Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
    – Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
    (RAPBS) harus berdasarkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional
    tahunan.RAPBS meliputi penganggaran untuk kegiatan pengajaran, materi kelas, pengembangan profesi guru, renovasi
    bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi.
    – Prinsip Penyusunan RAPBS          RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid secara
    jujur, bertanggung jawab, dan transparan. RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang
    di tempat terbuka di sekolah. Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama memprioritaskan
    pembelanjaan dana sejalan dengan rencana pengembangan sekolah.
    – Proses Penyusunan RAPBS Langkah berikut biasa dipertimbangkan dalam menyusun sebuah RAPBS:
    – menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang ditetapkan dalam rencana pengembangan
    sekolah,
    – menghimpun, merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan masalah utama ke dalam berbagai bidang yang luas
    cakupannya,
    – menyelesaikan analisis kebutuhan,
    – memprioritaskan kebutuhan,
    – mengonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan/dipaparkan dalam rencana pengembangan sekolah,
    – mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan,
    – menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab, pelaporan, dsb.), dan
    – mengawasi serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju tahap penerapan hingga evaluasi.
    – Pengelolaan Anggaran Sekolah Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru
    berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Di sekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain
    yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran.Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari
    serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa:
    – dana dibelanjakan sesuai rencana,
    – ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
    – pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan
    – dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa
    persetujuan. Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang,
    jasa, pemeliharaan bangunan, dsb.Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana
    yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan
    dalam tahun berjalan.Pengendalian Anggaran Pengendalian anggaran dilakukan untuk memastikan adanya:
    – pengelolaan dana yang jujur,
    – penyesuaian antara pengeluaran dengan tujuan jangka menengah sekolah, tujuan jangka pendek sekolah, dan
    rencana-rencana lainnya,
    – transparansi, dan
    – upaya menghindari pembelanjaan berlebih. Kegiatan pengendalian anggaran meliputi rencana penerapan anggaran,
    catatan transaksi pemasukan dan pengeluaran (pembukuan), serta pelaporan yang transparan dan akurat
    (akuntabilitas).
    – Aturan Umum dalam Pembukuan Setiap transaksi harus didukung dengan bukti yang sah (kuitansi). Semua transaksi
    dicatat sesuai urutan waktu (kronologis).Setiap halaman buku kas umum harus dilengkapi kepala surat/kop, kolom
    catatan, nomor halaman, dan nama bulan.Setiap sisi halaman harus diparaf oleh kepala sekolah dan bendahara komite
    sekolah.Pada akhir setiap bulan, buku kas umum ditutup dengan membandingkan saldo yang tercatat pada buku kas
    dan saldo di rekening bank.
    – Rangkuman Agar kegiatan sekolah dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, semua prioritas kebutuhan sekolah harus
    dimasukkan ke dalam RAPBS.Penyusunan RAPBS tersebut harus melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah,
    dan komunitas sekolah.RAPBS harus konsisten dengan rencana pengembangan sekolah.Pengendalian yang ketat
    dan pelaporan yang transparan harus dilakukan. RAPBS harus dipajang secara terbuka.RAPBS perlu disusun pada
    setiap tahun ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara
    optimal.
    – Standar Pelayanan Minimal
    – Standar Pelayanan Minimal
    Dokumen Standar Pelayanan Minimal menjabarkan standar yang harus dicapai semua sekolah di Indonesia.Sekolah
    bertanggung jawab untuk mengupayakan dan mencapai sebagian besar standar tersebut.
    – Sejumlah Komponen Standar Pelayanan Minimal
    Standar Pelayanan Minimal meliputi:
    – kurikulum,
    – murid,
    – kinerja kepala sekolah,
    – pengajaran,
    – pengelolaan sekolah,
    – sarana, prasarana, dan sumber daya murid,
    – keuangan, dan
    – partisipasi masyarakat serta lembaga lainnya.
    – Kurikulum
    Pemerintah pusat menyediakan dokumen kurikulum dan pemerintah provinsi menyebarluaskannya.Sekolah
    bertanggung jawab untuk melaksanakan pengajaran berdasarkan kurikulum nasional dan lokal.
    – Murid
    Rendahnya angka pendaftaran anak usia sekolah bisa dipengaruhi oleh:
    – jarak antara sekolah dan rumah anak,
    – situasi keuangan keluarga,
    – berbagai isu yang terkait dengan pembiayaan pendidikan,
    – kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan,
    – pemanfaatan anak sebagai tenaga kerja,
    – kurangnya dukungan masyarakat terhadap pendidikan,
    – rendahnya keterlibatan anak dalam pembelajaran, dan
    – lingkungan belajar yang tidak memadai di sekolah dan di rumah.
    Berbagai faktor yang berperan dalam pencapaian standar untuk menurunkan angka putus sekolah antara lain:
    – praktik pembelajaran yang menyenangkan, aktif, dan kreatif di kelas dan di sekolah,
    – manajemen murid yang tidak mengizinkan penggunaan kekerasan,
    – hubungan dan kerja sama yang baik antara guru dan orang tua, serta
    – biaya pendidikan yang terjangkau.
    – Standar Kinerja Kepala Sekolah
    Faktor-faktor yang berperan terhadap pencapaian standar tinggi dalam kinerja kepala sekolah mencakup:
    – pendampingan efektif yang diberikan oleh pengawas,
    – ada pembagian peran yang jelas,
    – dukungan untuk mengembangkan sejumlah gaya kepemimpinan yang paling sesuai,
    – fokus pada kepemimpinan di bidang pendidikan, dan
    – manajemen yang transparan, demokratis, dan akuntabel.
    – Peningkatan Standar Pengajaran
    Faktor-faktor yang memengaruhi tercapainya peningkatan standar mengajar antara lain:
    – guru-guru yang cukup berkualifikasi,
    – tugas-tugas guru sesuai dengan keahlian mereka,
    – pendampingan bermutu di dalam dan di luar sekolah, dan
    – ada kegiatan pengembangan profesi yang tepat dan bermutu tinggi.
    – Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
    Kepala sekolah dan komite sekolah diharapkan bisa menerapkan manajemen berbasis sekolah.Ini termasuk
    memastikan bahwa komite sekolah berfungsi secara efektif.Komite sekolah diminta menyusun, menerapkan, dan
    melaporkan rencana pengembangan sekolah dan rencana anggaran sekolah secara transparan dan melalui
    konsultasi/pembahasan.
    – Sarana, Prasarana, dan Sumber Daya bagi Murid
    Beberapa komponen berikut merupakan tanggung jawab bersama Dinas dan sekolah, dan merupakan faktor-faktor
    yang memengaruhi pencapaian standar.Komponen-komponen tersebut memastikan bahwa:
    – tersedia tanah untuk digunakan sekolah,
    – berbagai bangunan sekolah berada dalam kondisi fisik yang baik,
    – tersedia ruangan untuk perpustakaan dan laboratorium,
    – tersedia air bersih,
    – toilet yang memadai tersedia bagi guru dan murid,
    – fasilitas disediakan untuk kegiatan kesenian dan keterampilan/kerajinan tangan,
    – perangkat pembelajaran matematika dan sains tersedia,
    – tersedia peralatan laboratorium berstandar tinggi,
    – tersedia buku pelajaran yang sesuai dengan kurikulum, dan
    – tersedia peralatan olahraga yang memadai
    – Hak-Hak Seorang Anak
    – Hak Anak Setiap anak berhak untuk hidup, bertumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan baik dalam
    masyarakat sesuai dengan martabat yang dimiliki manusia, dan harus dilindungi dari tindak kekerasan dan
    diskriminasi.Setiap anak berhak untuk mendapat nama yang menegaskan identitas diri dan kebangsaannya.Setiap
    anak berhak untuk mempraktikkan ajaran agamanya masing-masing.Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang
    tua mereka, dibesarkan, dan hidup bersama dengan orang tuanya.Seorang anak yang dipisahkan dari orang tuanya
    untuk sementara waktu atau seterusnya akan dilindungi melalui perwalian alternatif dari orang lain atau wali resminya,
    sesuai dengan hukum yang berlaku.Setiap anak berhak untuk mendapat layanan kesehatan dan layanan sosial yang
    sesuai dengan kebutuhan fisik, spiritual, dan sosialnya.Setiap anak berhak mendapat akses ke layanan pendidikan
    demi kepentingan pengembangan dirinya sesuai dengan tingkat kemampuan, bakat, dan minat yang dimilikinya.Setiap
    anak cacat berhak mendapat pendidikan.Setiap anak berhak untuk mengungkapkan pendapatnya, dihargai
    pendapatnya dan bisa mengakses informasi yang sesuai dengan kemampuan dan usianya demi pengembangan diri
    anak.Setiap anak berhak untuk beristirahat dan bersantai, ikut serta dalam permainan dan kegiatan rekreasional
    dengan teman-teman sebayanya sesuai dengan minat, usia, dan tingkat kecerdasan setiap anak.Setiap anak cacat
    berhak mendapat akses terhadap rehabilitasi, dukungan sosial, dan kesejahteraan sosial.Setiap anak berhak untuk
    dilindungi dari diskriminasi, eksploitasi, pengabaian, kekerasan, dan penyiksaan.
    – Tanggung Jawab Sekolah Sekolah bertanggung jawab untuk secara proaktif mendukung hak-hak anak melalui
    kebijakan dan praktik sekolah.Sekolah bertanggung jawab untuk menyediakan akses terhadap layanan pendidikan yang
    bermutu bagi setiap anak.Setiap anak cacat juga berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu.Secara khusus,
    sekolah harus melindungi semua anak didiknya dari:diskriminasi,
    – eksploitasi,
    – pengabaian, dan
    – kekerasan.
    – Tanggung Jawab Orang Tua dan Masyarakat Orang tua bertanggung jawab untuk:
    – mengasuh, mendidik, dan melindungi anak-anaknya,
    – mengembangkan kemampuan anak-anaknya sesuai kapasitas, bakat, dan minat anak, serta
    – mencegah pernikahan dini. Seorang anak yang dipisahkan dari orang tuanya berhak untuk mendapat pengasuhan
    dari kerabat atau keluarga alternatif.

    sumber: http://www.disdik-kotasmg.org/v8

    Categories: Uncategorized